Telah jamak beredar di sebagian ikhwan dan akhawat (salafiyyun pada khususnya) bahwa warna pakaian yang mesti dikenakan (bagi akhawat) adalah warna hitam atau gelap. Mereka menganggap, memakai pakaian selain warna tersebut merupakan satu tindakan tabarruj. Ini adalah pandangan yang keliru. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan sedikit menyampaikan apa yang saya ketahui terkait dengan permasalahan.
Dalam beberapa hadits atau atsar telah tetap bahwa sebagian kaum wanita shahabiyyat memakai pakaian berwarna selain warna hitam. Di antara hadits atau atsar tersebut adalah :
- Warna hijau.
Dari ’Ikrimah : Bahwasannya Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh ’Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Quradhy. ’Aisyah berkata : ”Dia memakai khimar yang berwarna hijau, akan tetapi ia mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya”. Ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tiba – dan para wanita menolong satu kepada yang lainnya – maka ’Aisyah berkata : ”Aku tidak pernah melihat kondisi yang terjadi pada wanita-wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau daripada bajunya (karena kelunturan)” [HR. Al-Bukhari no. 5487].
- Motif kecil-kecil warna hitam, hijau, dan kuning.
Dari Ummu Khaalid binti Khaalid : ”Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam datang dengan membawa beberapa helai pakaian yang bermotif kecil warna hitam. Beliau berkata : ”Menurut kalian, siapa yang pantas untuk memakai baju ini ?”. Semua diam. Beliau kemudian berkata : ”Panggil Ummu Khaalid”. Maka Ummu Khaalid pun datang dengan dipapah. Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam mengambil pakain tersebut dengan tanggannya dan kemudian memakaikannya kepada Ummu Khaalid seraya berkata : ”Pakailah ini sampai rusak”. Pakaian tersebut dihiasi dengan motif lain berwarna hijau atau kuning” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5485].
- Warna kuning
”Aisyah radliyallaahu ’anhaa memakai pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq yang kemudian di-maushul-kan oleh Sa’iid bin Manshuur dengan sanad shahih; lihat Mukhtashar Shahih Al-Bukhari 1/457 oleh Al-Albani. Hal yang serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, Kitaabul-Libaas waz-Ziinah 8/372 dengan sanad shahih].
- Warna merah
“Dari Ibrahim (An-Nakha’i) bahwasannya ia bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel berwarna merah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, Kitaabul-Libaas waz-Ziinah 8/371].
Dari beberapa riwayat di atas nyatalah bagi kita bahwa pakaian seorang wanita tidaklah harus berwarna hitam atau gelap. Tidaklah mengandung satu konsekuensi logis bahwa seorang wanita yang telah lama ngaji ”diharuskan” untuk berpakaian warna hitam atau gelap. Akan tetapi, bukan pula saya hendak mengingkari jika ada orang yang mengatakan bahwa pakaian berwarna hitam atau gelap lebih baik dan lebih melindungi aurat seorang wanita. Bahkan, warna hitam atau gelaplah – menurut saya – warna yang paling baik di antara semua warna yang dipakai oleh wanita (jika kita hendak menghubungkan dengan kesempurnaan persyaratan pakaian seorang wanita muslimah). Warna itulah yang banyak dipakai oleh para shahabiyyat, sebagaimana tergambar dalam riwayat :
عن أم سلمة قالت : لما نزلت يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ خرج نساء الأنصار كأن على رؤوسهن الغربان من الأكسية
Dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Ketika turun ayat “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. Al-Ahzaab : 59), maka keluarlah wanita-wanita Anshar (dari rumah mereka) dimana seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung gagak dari pakaian (warna hitam) yang mereka kenakan” [HR. Abu Dawud no. 4101; shahih].
Perlu pula kami sampaikan, walaupun Islam tidak mengatur warna pakaian bagi wanita, ia tetap dilarang memakai pakaian syuhrah (kemasyhuran). Seorang wanita dilarang untuk memakai pakaian (dan segala atributnya, termasuk warna) yang dengan itu ia menjadi bahan perhatian bagi masyarakat di tempat ia tinggal.
Semoga apa yang dituliskan di atas dapat bermanfaat bagi kita semua. Hanya kepada Allah lah kita mohon perlindungan dari akhir yang buruk atas ilmu dan amal kita.
—+++—
Ditulis oleh saudara kami Abu Al Jauzaa’ di http://abul-jauzaa.blogspot.com