"MCHOYBLOGINFO". Diberdayakan oleh Blogger.

Jebakan Siluman Harimau "cerita misteri" (oleh: Hamid Nuri)

Share on :

siluman harimau
ilustrasi

Mempunyai hobi sebagai pemburu boleh-boleh saja. Karena kegiatan berburu terkadang juga bisa membantu orang lain. Seperti ketika para petani banyak yang mengeluhkan karena tanaman mereka dirusak babi hutan, keberadaan pemburu bisa membantu petani untuk mengurangi populasi binatang itu. Sehingga mereka tak mengganggu lagi ladang perkebunan milik petani.
Hanya saja menjadi pemburu hendaknya jangan semena-mena. Rasa peri kehewanan juga perlu ada, karena binatang juga makhluk Tuhan. Selain juga pengalaman seorang pemburu yang kita panggil saja namanya Dimas (ia tak mau mengungkapkan nama sebenarnya) tidak menimpa Anda para pembaca majalah ini yang kebetulan suka berburu.
Dimas yang saat ini tinggal di Yogyakarta memang dulunya mempunyai hobi pemburu. Ia yang merupakan anak pengusaha ternama di Kota Gudeg ini mempunyai segudang pengalaman dalam berburu. Ia pernah menjelajahi hutan-hutan di Afrika untuk berburu. Untuk Indonesia, boleh dikatakan semua hutan sudah dijelajahi. Dari hutan di Kalimantan, Sumatera hingga berbagai hutan perburuan di Jawa.
Sebagai pemburu, Dimas memang termasuk ulet. Ibaratnya ia belum akan
pulang kalau belum mendapatkan binatang buruan. Tapi, Dimas juga dikenal sebagai pemburu yang sadis. Dia tidak peduli dengan binatang yang diburu, baik itu binatang yang diperbolehkan diburu atau yang tidak semua jadi sasaran. Termasuk binatang betina yang lagi mengandung atau sedang membawa anak-anaknya mencari makan pun menjadi sasaran.
Hanya saja gara-gara sering sadis itu, saat berburu di satu hutan di Sumatera,
Dimas pernah mengalami kejadian mistis yang nyaris membuat nyawanya hilang.
Kejadian itu terjadi saat ia berburu di sana. Saat itu ia sempat membidik sepasang harimau yang tampaknya sedang berkasihkasihan.
Ia yakin satu dari dua harimau ada yang kena. Yang satu lari sambil mengaum marah. Sedang yang satu lagi tampak tewas seketika. Namun ketika bersama dengan temannya menghampiri di tempat yang diperkirakan harimau itu dilumpuhkan. Ia tidak melihat harimau yang telah dirobohkan.
Bahkan bekas tapak harimau juga tidak ada.
Padahal bersama Bowo temannya ia melihat sendiri bagaimana harimau itu roboh tak berdaya. Dan yang satu lagi melarikan diri. Suara auman marah juga masih terdengar. Namun binatang itu seperti lenyap ditelan bumi. Dimas mengajak kawannya untuk mencari di mana harimau itu berada.
Insting berburu mengatakan kemungkinan harimau itu berada tak jauh dari tempat itu. Namun temannya yang mempunyai naluri kalau harimau itu bisa jadi merupakan harimau jadi-jadian berusaha mencegah.
Bowo mengajak pulang dengan alasan hari telah mulai malam.
“Tapi jangan-jangan tadi harimau siluman. Apalagi hari mulai gelap, kita akan tersesat dalam hutan ini nanti,” alasan Bowo.
“Ah… kamu ini… hidup di zaman modern
ini masih percaya takhayul. Orang-orang seperti kamu itu yang menjadi penghambat kemajuan negeri ini. Negara lain sudah bisa pergi ke bulan atau bikin pesawat modern, kamu ini masih seperti hidup di jaman Majapahit,” ledeknya.
Untuk masalah bantah membantah, Dimas memang jagonya. Sedangkan Bowo sendiri tak begitu pandai bersilat lidah. Apalagi Bowo juga penakut tak berani pulang sendiri, sehingga akhirnya ia hanya bisa mengikuti saja kemauan Dimas. Mereka berdua terus masuk ke hutan, suasana mulai gelap karena hari menjelang malam.
Namun semakin masuk ke hutan belantara jejak harimau tak bisa
diketemukan. Dimas terus mengumpat-umpat. Dan kemudian mengajak pulang. Namun jalur pulang tidak mereka dapatkan, padahal tadinya juga telah membuat tanda khusus agar bisa mengenali jalan keluar hutan. Sampai larut malam mereka masih tersesat dalam hutan. Dimas terus
mengumpat-umpat.
Bowo semakin galau, apalagi perbekalan yang mereka bawa terbatas. Mereka berdua baru lega ketika menemukan sebuah gubuk di hutan. Apalagi terlihat ada lampu minyak terpasang di depan rumah, berarti kalau di dalam gubuk
ada penghuninya.
“Kita mampir ke gubuk itu, sekalian untuk istirahat dan nanti kita tanya pada pemiliknya nanti mana jalan pulang,” usul Bowo.
Dimas yang tampak kelelahan hanya bisa mengangguk. Mereka bergegas menuju ke pondok di tengah hutan itu. Dan ternyata benar ada penghuninya, karena pintu ada yang membukanya. Ternyata seorang tua yang berusia 80 tahunan. Di dalam juga tampak seorang perempuan muda yang tampaknya baru menangis.
“Silakan Nak masuk?” kata si pemilik dengan ramah. Dimas dan Bowo pun tampak lega, paling tidak malam ini mereka bisa beristirahat dengan tenang. Apalagi ketika mereka minta izin numpang menginap, Pak
tua itu dengan ramah mempersilakan.
“Boleh Nak, malah kami senang,” katanya.
Tak lama kemudian minuman kopi dan nyamikan pun dihidangkan, oleh perempuan muda yang tampaknya masih terlihat sedih.
“Silakan diminum nak, ya adanya hanya ini. Itu anak perempuan saya, kalau anak melihat dia tampak muram itu karena sedih baru saja ditinggal mati tunangannya,” bisik orang tua itu.
Bowo dan Dimas tampak mengangguk-angguk. Namun mata Dimas yang terkenal mata keranjang mencoba mencuri pandang pada si wanita muda itu.
Dalam pandangannya ia melihat perempuan muda itu sangat cantik. Wajahnya sangat mirip dengan Sarah Azhari, salah satu bintang film dan sinetron yang terkenal karena seksi itu.
Ketika asyik ngobrol tiba-tiba Pak Tua minta pamit. Katanya ingin melihat
ladangnya di pinggir hutan. Bowo dan Dimas hanya bisa mengangguk-angguk.
“Titip anak saya ya pada anak berdua, kalau bisa hiburlah dia agar bisa melupakan kesedihannya.”
Setelah itu Pak Tua itu mengambil caping dan keluar dari gubuk untuk menuju ladang. Ternyata walau mukanya masih terlihat sedih perempuan muda itu mau diajak ngobrol. Apalagi Dimas yang terkenal playboy itu mampu mengajak menarik perempuan muda yang kemudian memperkenalkan diri dengan Menur itu mau untuk diajak ngobrol. Kepandaian bicara Dimas juga wajah tampannya membuat obrolan yang
tadinya bertiga jadi berdua, karena Bowo jadi tersingkir dari gelanggang pembicaraan.
Dalam istilah sekarang jadi obat nyamuk. Merasa tak dianggap, Bowo pun keluar rumah dengan alasan mencari angin. Sementara yang di dalam pembicaraan makin menarik. Bahkan sepasang anak cucu Adam itu mulai cubit-cubitan. Menur terlihat makin aleman. Dimas yang pandai merayu
seperti di atas angin. Apalagi ketika Menur mengajak untuk bicara di dalam kamar.
Bowo yang berada di luar sebenarnya memberi isyarat pada Dimas untuk tetap menjaga kesopanan, namun tak diindahkan. Bowo makin berdebar-debar, jangan-jangan nanti kalau pulang dari ladang Pak Tua mempergoki ulah Dimas dan Menur. Dengan hati mangkel Bowo duduk di bangku panjang
yang berada di teritisan. Tak lama ia pun tertidur.
Paginya saat bangun ternyata ia tertidur di bawah pohon, rumah gubuk yang tadi ada itu ternyata merupakan gua. Ia kaget karena mendapatkan Dimas temannya tampak merintih kesakitan. Mukanya berdarah seperti dicakar-cakar binatang buas, luka-luka mengerikan juga terlihat di sekujur
tubuh yang lain seperti dada, perut dan kaki.
Ia hanya bisa merintih tak berdaya, Bowo pun kesulitan untuk membawa pulang. Dari jauh terdengar auman harimau yang membuat suasana semakin ngeri.
Untung saja pagi itu harimau tampaknya telah menjauhi tempat itu. Dilihat dari suaranya tampaknya hanya seperti memberi isyarat kalau mereka telah puas membalas dendam. Ternyata gua itu letaknya tak jauh dari pemukiman, akhirnya dengan dibantu warga pinggiran hutan Dimas bisa dilarikan ke rumah sakit.
Nyawa Dimas memang bisa terselamatkan, namun ia harus menderita
cacat pada muka. Wajahnya yang dulu tampan kini menjadi mengerikan.
Kepada Bowo sahabat karibnya, Dimas cerita kalau malam itu Menur tampak
agresif. Bahkan dia yang berinisiatif untuk mengajaknya masuk ke kamar. Di atas ranjang, Menur juga tampak yang banyak mengambil peranan.
Dimas yang tampaknya sudah masuk dalam jebakan harimau siluman itu semakin melayang-layang. Namun saat mencapai klimaks, tiba-tiba Menur tampak berubah wajahnya menjadi wajah harimau. Sekujur tubuhnya juga
berbulu loreng-loreng.
“Kau yang membunuh kekasihku, kini kau harus mati!” Melihat perubahan, Dimas pun kaget. Namun untuk melepaskan diri sudah tak mungkin.Ia seperti tidak berdaya dengan cakaran harimau betina itu. Darah mulai mengucur di sekujur tubuhnya. Nyawanya nyaris melayang, kalau tidak datang seekor
harimau lagi. Sang harimau bersuara mirip suara Pak Tua yang membukakan pintu kemarin.
“Sudahlah, dia sudah mendapat akibat yang telah diperbuat. Biarlah Tuhan yang menghukumnya nanti,” cerita Dimas dengan suara tangis terisak. Dua harimau itu kemudian meninggalkannya. Ia kemudian hanya bisa merintih kemudian pingsan.
Baru sadar ketika sudah berada di rumah sakit. Kini Dimas sudah kapok dengan hobi berburunya. Bahkan dia juga terlihat lebih taat dalam menjalankan ajaran agamanya.
Dimuat di Majalah Misteri edisi 538

Info Wisata

 photo freebanner_zps107bd00d.gif Info Hub. 0899 8 933339 Rumah Subsidi

Pengikut

Related Post

Arsip Blog

Info Musik